Teknologi nano membantu penyerapan zat-zat yang dibutuhkan kulit dengan memperkecil ukuran zat dalam obat dan kosmetik sehingga mempercepat khasiat pada kulit.
SIAPA yang tidak mengidamkan kulit mulus tanpa bekas luka, jerawat serta kerut-kerut tanda penuaan dini? Namun, Anda kesal dengan obat oles maupun kosmetik berbentuk krim dan gel yang lambat berefek pada kulit?
Anda memang perlu bersabar diri untuk merasakan khasiat berbagai krim anti-aging, anti-acne, ataupun obat oles luka bakar. Kemasan obat dan kosmetik berbentuk krim dan gel sebenarnya dimaksudkan untuk mempercepat terapi zat yang terkandung di dalamnya terhadap kulit.
Namun, ukuran zat dalam krim dan gel tersebut umumnya lebih besar daripada pori-pori kulit. Efeknya, khasiatnya pun menjadi lamban dirasakan kulit. Liriklah bagaimana teknologi nano membantu penyerapan zat-zat yang dibutuhkan kulit dengan memperkecil ukurannya.
Kepala Program Pengembangan Sediaan Topikal Obat dan Kosmetik Berbasis Nanoki-tosan, Pusat Teknologi Farmasi dan Medika, BPPT, Dr Etik Mardliyati, MEng mengatakan penghalangan zat-zat yang menembus pori-pori dapat diatasi dengan penerapan teknologi nano untuk memperkecil zat tersebut.
"Jadi zat utama yang dibutuhkan kulit tersebut, kami perkecil ukurannya menjadi nano, yakni 60-80 nano. Dengan ukuran yang jauh lebih kecil, penyerapannya ke kulitpun akan jauh Iebih mudah," ucapnya saat dihubungi Media Indonesia, akhir pekan lalu.
Dalam program yang diketuainya tersebut, timnya berhasil memodifikasi kitosan, zat hasil hidrolisis ki tin menggunakan teknologi nano. Kitosan, imbuhnya, dipilih sebagai zat utama yang diubah ke ukuran nano karena sudah terbukti memiliki berbagai khasiat. Salah satunya di bidang kesehatan dan kecantikan, sebagai penyembuh luka serta mempercepat rehabilitasi kulit.
"Nah, modifikasi kitosan tersebut yang kami ubahmenjadi ukuran nano. Untuk anti-acne, kitosan yang sudah berukuran nano kami campur dengan pegagan, tumbuhan yang berkhasiat untuk mengatasi jerawat. Untuk anti-acne, kitosan nano berfungsi sebagai pembawa vitamin A, yang membantu mengatasi penuaan dini," paparnya.
Sementara itu, untuk obat luka bakar, timpal Etik, se-diaan obat luka bakar yang sudah pernah dikembangkan laboratoriumnya langsung dimodifikasi menjadi kitosan nano. "Jika dibandingkan dengan Bioplacenton (obat bakar yang ada di pasaran), efek penyembuhannya lebih cepat," imbuhnya.
Perlu treatment
Salah satu anggota program tersebut, Olivia Bunga, mengatakan, meski zat-zat yang dipakai dalam obat dan kosmetik sama-sama dimodifikasi melalui teknologi nano, ternyata tidak semuanya langsung dapat diperkecil menjadi ukuran nano. Beberapa zat, lanjut olivia, perlu proses treatment.
Olivia mencontohkan, proses pembuatan pegagan menjadi-ukuran nano sebagai zat yang berasal dari tanaman, perlu dikeringkan terlebih dahulu.
"Untuk pegagan memang harus lebih berhati-hati, tidak boleh langsung mengenai manusia. Pegagan ini berfungsiuntuk regenerasi sel," jelasnya.-Sementara itu, untuk kitosan sendiri, Olivia mengakui, proses pembuatannya menjadi ukuran nano sedikit lebih mudah. "Kitosan itu kan sudah kering karena memang asalnya dari kitin, yakni kulit udang dan cangkang kepiting. Kitosan yang sudah dalam bentuk kering tersebut tinggal diberi treatment menjadi asam baru, partikel nano," jelasnya.
Meski menambahkan satu tahapan dalam pembuatan kosmetik dan obat, teknologi nano dapat mempercepat khasiat zat tersebut dalam kulit dan menstabilkan zat tersebut. Artinya, Etik menjelaskan, zat tersebut tidak akan gampang teroksidasi atau rusak oleh zat asing.
"Contohnya, vitamin A untuk pencegahan penuaan dini. Dengan ukuran partikel nano, vitamin A disalut dalam nano. Dengan begitu, vitamin A tersebut tidak mudah rusak oleh udara," sahutnya.
Masuk industri
Ketiga produk yang dihasilkan tim dalam programnya tersebut menurut Etik, telah masuk tahap persiapan industri. Etik mengatakan tidak lama lagi ketiga produk itu siap masuk ke industri kosmetik dan obat-obatan. Pihaknya mengadakan kerja sama dengan beberapa industri ternama di kedua bidang itu.
"Tapi tentunya butuh pengujian lebih rinci. Itu semua nanti bekerja sama dengan industri yang bersangkutan," ucapnya.
Salah satu anggota tim risetprogram tersebut, Syakhur-rizal El Muttaqin, mengatakan kendala utama produk-produk teknologi nano untuk masuk dunia industri bukan pada teknologi nano, melainkan ketersediaan alat-alat pembuatan partikel nano dalam ukuran besar.
"Sebenarnya, teknologi nano itu sederhana, produksinya sederhana. Namun, untuk masuk ke dunia industri, scale up ini yang sulit. Harus ada alat yang dapat memproduksi partikel nano secara massal. Alat milling (penghalusan) misalnya, untuk memperbesar alatnya ini yang sulit," jelasnya.
Selain itu, sebagai teknologi yang terbilang baru di Indonesia, alat analisis teknologi nano masih jarang dan mahal. "Teknologi ini memang masiri berkembang, jadi penelitiannya masih jarang, alat ukur partikel size, mikroskop, semuanya masih jarang," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika Drs Agung Eru Wibowo, MSi, Apt menambahkan, penerapan teknologi nano dalam dunia medis dan kecantikan diperlukan untuk meningkatkan kualitas performance serta daya saing industri itu sendiri.
"Urgency penggunaan teknologi nano dalam pembuatan obat dan kosmetik ini sangat penting. Tujuannya jelas, kualitas performance dan sediaan obat dan kosmetik tersebut menjadi lebih baik dan efektif bagi kulit," pungkasnya. (M-4)vini@mediaindonesia.com
